Rabu, 22 Juni 2011

Penganiayaan Sang Raja di Daerah

Oleh: H.A. Azim
Pernahkah Anda tiba-tiba jatuh yang tanpa sebab apapun ? Tanpa terantuk oleh kerikil kecil sekalipun ? Atau, dimasukkan ke bui, tanpa mengetahui apa kesalahan Anda ? Atau, karena bla bla bla ... bentuk hukuman lain ? Semoga tidak akan pernah Anda alami. Sebab, ini adalah bentuk takdir yang sungguh membingungkan dan amat menyakitkan.
Ceritanya gini. Ketika baru saja seorang kepala daerah baru saja dilantik, ia telah demikian sewenang-wenang memberhentikan para PNS dari jabatannya. Beberapa PNS yang diberhentikan jadi kepala dinas, begitu banyak camat dan kepala bidang yang dilengserkan dari jabatannya. Saya adalah salah satu diantaranya yang ikut dicopot dari jabatan kepala bidang. Semuanya tanpa ada sebab berupa kesalahan apapun, yang dibuktikan dengan proses hukum, baik administratif maupun proses hukum pengadilan.
Akibat pencopotan tersebut, tentu telah menimbulkan kerugian matrial maupun moral bagi kami. Ya, kehilangan semua fasilitas jabatan dan tunjangan jabatan. Paling menyedihkan adalah timbulnya sanggkaan masyarakat bahwa kami dicopot karena telah melakukan kesalahan besar. Bagaimana ini tidak menjadi hukuman sosial bagi kami ? Sungguh ini adalah bentuk pembunuhan karakter !(pinjam istilah Wiranto).
Karenanya, itu semua adalah bentuk nyata penganiayaan - penzaliman kepala daerah terhadap para PNS.
Tahukah penyebabnya ? Mudah Anda tebak. Ya, Anda benar. Adalah gara-gara kebijakan pilkada secara langsung oleh rakyat. Penjelasannya begini. Untuk dapat memenangkan pertarungan pada ajang pilkada, seorang kandidat kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) harus mampu mengerahkan tidak saja pendukung yang banyak, tapi juga harus mengeluarkan milyaran duit. Dari mana duit diperoleh ? Tentu dari para pendukung itu sendiri, termasuk dari kalangan PNS (secara terang-terangan maupun sembunyi). Nah, ketika calon kepala daerah berhasil terpilih jadi kepala daerah, maka saat itulah para pendukung dari kalangan PNS tersebut minta balasan jasa berupa jabatan. Sialnya, pemberian imbalan jasa berupa jabatan ini dilakukan dengan cara mengambil jabatan PNS lain. Jadi, naiknya karier sebagian PNS telah mematikan karier sebagian PNS lainnya. Ini namanya kanibalisme jabatan !
Itu adalah salah satu buah pahit atas kebijakan penerapan otonomi daerah. Sebuah kondisi sistem pemerintahan daerah yang telah melahirkan perilaku kepala daerah menjadi seperti raja kecil di daerah. Raja yang memerintah secara sewenang-wenang !
Dalam kondisi buruk begitu, timbul wacana untuk merubah kebijakan, khususnya mengenai pola pilkada. Bagaimana pendapat Anda ?